Belum ada komantar dalam berita ini
Breaking News
- Wakil Wali Kota Beri Motivasi Para Calon Peserta Paskibra 2025
- Pemda dan Petani Panen Raya Wujudkan Ketahanan Pangan di Bombana
- Penuhi Janji Politik, Walikota Kendari Salurkan Bantuan Modal Usaha Rp 5 Bagi UMKM
- Wagub Sultra dan Kakanwil Kemenag Launching Video Desa Sadar Kerukunan, Wujud Nyata Asta Protas
- Senam Lulo Bugar Mulai Diterapkan di Kota Kendari, Hari Ini Dilaunching di SD 26 Kendari
PT. Binanga Hartama Raya Diduga Gunakan Dokumen Terbang

Ketua Lingkar Kajian Studi Pertambangan Sulawesi Tenggara,Uter. Foto: La Niati,Keratonnews.Co.Id
KENDARI, KERATONNEWS.CO.ID - Lingkar Kajian Studi Pertambangan Sulawesi Tenggara menyoroti aktivitas PT. Binanga Hartama Raya (BHR) di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Ketua Lingkar Kajian Studi Pertambangan Sulawesi Tenggara,Uter menyampaikan dugaan dokumen terbang yang dilakukan PT. BHR dalam melakukan aktivitas penambangan dalam Hutan Produksi Terbatas (HPT) tanpa izin pinjam pakai kawasan.
"Berdasarkan data yang kami miliki aktifitas yang dilakukan PT. BHR masuk dalam Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan kami duga kuat aktifitasnya selama ini tidak mengantongi IPPKH,” tegasnya, Rabu (30/10/2024).
Kata Uter, jika dokumen terbang yang dipakai, berarti ada dugaan keterlibatan dan memfasilitasi dari perusahaan-perusahaan resmi yang memiliki dokumen di seputaran Blok Marombo, Kabupaten Konut.
Ia juga mengungkapkan sejumlah regulasi yang diduga dilanggar oleh PT. BHR di Blok marombo Tindakan perusahaan tersebut diduga sangat bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 50 Ayat (3) huruf g jo Pasal 38 Ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan).
Selain itu, juga pada pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, pasal 67 ayat (1), pasal 74 ayat (1) atau (5) di pidana penjara paling lama 10 tahundan denda paling banyak Rp10 miliar.
Uter menegaskan pihaknya akan terus mengawal dugaan perambahan hutan oleh PT. Binanga hartama Raya sampai ada proses hukum terhadap unsur pimpinan perusahaannya sebagai tanggung jawab telah melakukan dugaan tindak pidana lingkungan.
"Aparat penegak hukum harus segera bertindak tegas jangan ada pembiaran apalagi bermain mata atas kejahatan pertambangan karena sampai saat ini, perusahaan tersebut masih saja melakukan aktivitas dengan leluasa,” ungkap Uter.
"Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ada proses hukum terhadap pimpinan PT Binanga hartama Raya berkaitan dengan dugaan perambahan hutan yang dilakukan," pungkasnya. (C)
Reporter : La Niati
Editor : Dul
Editor : Dul