Kasus Dugaan Pelanggaran Perusda Kolaka Dilimpahkan ke Kejati Sultra

  • Reporter: La Niati
  • Editor: Dul
  • 14 Feb 2025
  • 3402 Kali Dibaca

KENDARI, KERATONNEWS.CO.ID - Kasus dugaan pelanggaran yang melibatkan Perusahaan Daerah (PD) Aneka Usaha Kolaka (AUK) atau Perusda Kolaka resmi dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra).

Pelimpahan ini dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 4 Februari 2025, sebagai tindak lanjut atas aduan dari Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (J-PIP).

Aduan tersebut berkaitan dengan dugaan tindak pidana pengrusakan kawasan hutan serta indikasi ketidakpatuhan dalam pembayaran denda administratif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor SK: 631/MENLHK/SETJEN GKM.0/6/2023, PD AUK diwajibkan membayar denda administratif sebesar Rp19,66 miliar.

Selain itu, J-PIP juga melaporkan Direktur Utama PD AUK atas dugaan keterlibatan dalam aktivitas penambangan ilegal di area konsesi perusahaan. Jaringan pemerhati tambang ini turut menyoroti keterlibatan mitra atau kontraktor pertambangan yang diduga beroperasi secara ilegal di wilayah Hutan Produksi Konversi (HPK) milik PD AUK.

Koordinator J-PIP, Habri, menegaskan bahwa aktivitas penambangan ilegal di dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) PD AUK tidak mungkin terjadi tanpa restu dari pihak manajemen perusahaan.

“Tentu ada aktor intelektual di balik aktivitas ini. Kontraktor tidak mungkin berani beroperasi di kawasan yang seharusnya terlarang tanpa ada perintah atau restu dari pimpinan perusahaan,” ujar Habri, Jumat (13/2/2025).

J-PIP juga menuding adanya indikasi korupsi dalam pengelolaan dana royalti serta dugaan penyelewengan dana penyertaan modal PD AUK sejak tahun 2018. Oleh karena itu, pihaknya mendesak Kejati Sultra untuk segera melakukan penyelidikan secara menyeluruh dan profesional.

“Kami akan terus mengawal dan memberi tekanan agar kasus ini diusut tuntas. Kejati Sultra harus profesional dan transparan dalam menangani dugaan pelanggaran ini,” tegas Habri.

Sebagai bentuk dukungan terhadap proses hukum, J-PIP mengaku telah menyiapkan sejumlah dokumen tambahan yang akan diserahkan ke Kejati Sultra. Dokumen tersebut di antaranya adalah surat permintaan klarifikasi dari Kementerian LHK kepada Direktur Utama PD AUK, kontraktor pertambangan, serta koordinator lapangan (korlap) dan petugas keamanan perusahaan.

Sementara itu, Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Ade Hermawan, membenarkan bahwa PD AUK merupakan salah satu perusahaan yang harus membayar denda administratif PNBP IPPKH.

“Saat ini kami masih melakukan verifikasi terkait tata kelola dan keterlanjuran aktivitas yang dilakukan. Prosesnya masih dalam tahap penyelidikan, ada yang terbuka dan ada yang tertutup,” ujar Ade.

Di sisi lain, Kepala Teknik Tambang (KTT) PD AUK, Ishak Nurdin, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp juga membenarkan bahwa denda administratif tersebut belum dibayarkan. Namun, menurutnya, hal ini bukan karena kelalaian perusahaan, melainkan karena masih menunggu penerbitan E-billing dari Kementerian LHK.

“Betul, Perusda belum bayar karena E-billing dari KLHK belum diterbitkan,” jelas Ishak. (A)