- Advertorial
- 3 bulan yang lalu
Kepsek SMAN 2 Raha Bantah Isu Dugaan Pungli Lewat Iuran Siswa
- Reporter: LM Ismail
- Editor: Dul
- 17 Des 2025
- 8259 Kali Dibaca
Kepala SMAN 2 Raha, Syafiat Musi. Foto: Ismail, KN
MUNA, KERATONNEWS.CO.ID - Kepala SMA Negeri 2 Raha, Syafiat Musi, membantah adanya dugaan praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Isu pungli tersebut mencuat setelah adanya aksi unjuk rasa yang digelar oleh sejumlah siswa beberapa hari lalu.
Dugaan pungutan liar tersebut disebut-sebut dilakukan melalui pembayaran iuran siswa sebesar Rp1.000 hingga Rp3.000. Iuran itu disebut diperuntukkan untuk membiayai layanan wifi yang dipasang di ruang Laboratorium Bahasa.
Menanggapi hal itu, Syafiat membantah beliau menjelaskan bahwa iuran yang dimaksud merupakan hasil kesepakatan bersama antara guru dengan siswa.
"Sekolah tidak pernah menetapkan pungutan sepihak apalagi memaksa siswa untuk membayar," ungkapnya saat ditemui di Kendari, Selasa (16/12/2025).
Kronologi persoalan ini berawal dari keterbatasan akses jaringan internet yang dialami siswa saat jam sekolah di ruang Laboratorium Bahasa. Kondisi itu mendorong para siswa yang terdiri dari 8 kelas untuk meminta kepada salah satu guru agar dilakukan pemasangan jaringan wifi guna menunjang kegiatan belajar pada ruang Laboratorium Bahasa.
Sementara itu, pengadaan jaringan wifi untuk di ruang Laboratorium Bahasa secara resmi baru direncanakan pada tahun 2026. Mengingat adanya juga kendala kuota pemasangan wifi di Jalan Pendidikan, Kelurahan Mangga Kuning, Kecamatan Katobu saat itu sudah full.
"Jadi kita mau ajukan pemasangan wifi itu sebenarnya dari bulan Juni, hanya saja pihak Telkom bilang kuota di Jalan Pendidikan lagi full. Namun berjalannya waktu pihak Telkom telfon lagi pas di bulan Oktober, dia sampaikan ada satu kuota kosong. Sehingga Bu Guru ditawarkan kembali masih mau pasang wifi apa tidak," kata guru bahasa Inggris.
Melihat adanya kesempatan, dirinya langsung melakukan komunikasi dengan siswa dan hasilnya mereka menyepakati adanya pembayaran iuran Rp1.000 hingga Rp3.000 persiswanya. Namun sifatnya tidak wajib.
Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan jika kesempatan pemasangan di kawasan pendidikan itu tidak segera dimanfaatkan, kuota yang tersedia akan diambil oleh pihak lain.
Kesepakatan itu juga lahir, karena ditambah desakan dari siswa agar fasilitas tersebut segera tersedia. Sehingga pemasangan wifi dilakukan pada Oktober lalu.
"Sebelum wifi ini dipasang, Bu Guru lakukan rapat dulu. Dari hasil kesepakatan itu siswa menyisihkan uang jajannya untuk pembayaran wifi. Tapi Bu Guru juga sebelumnya minta kepada siswa untuk sampaikan dulu ke orang tuanya. Dan iuran ini sifatnya tidak wajib," ucapnya.
Berjalan sekitar satu bulan, iuran yang terkumpul dari siswa tidak mencapai biaya yang harus dibayar ke layanan wifi, sehingga kekurangan dana tersebut akhirnya ditutupi oleh guru yang bersangkutan.
Ia menambahkan bahwa iuran tersebut juga telah dihentikan sejak pembayaran pada bulan November. Selanjutnya, seluruh biaya pembayaran layanan wifi akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak sekolah.
"Jadi siswa ini hanya bayar iuran Rp1.000 hingga Rp3.000, ini satu bulan saja waktu bulan November. Pembayaran selanjutnya bakal dibayar sama sekolah," tuturnya.
Namun kata dia, untuk fasilitas layanan wifi di ruangan lainnya sudah ada lebih dulu.
Meski demikian, pihak sekolah menegaskan akan selalu terbuka menerima kritik dan saran, serta berkomitmen melakukan evaluasi secara berkelanjutan. Selain itu, sekolah juga menekankan pentingnya koordinasi dengan seluruh pihak terkait agar ke depan tidak kembali terjadi polemik serupa.
Dengan klarifikasi ini, dirinya berharap isu pungli dapat diluruskan dan proses belajar mengajar tetap berjalan kondusif tanpa gangguan.
Sementara itu, salah satu siswi yang enggan disebutkan namanya, mengaku pemasangan wifi tersebut atas permintaan para siswa dan tidak ada paksaan untuk pembayaran iuran.
"Kita yang minta dipasangkan wifi, soalnya kita ingat juga temannya kita yang lain yang tidak ada paket datanya, baru kadang kalau ada tugas atau ulangan banyak kita cari di internet. Baru kita tidak dipaksa bayar iuran," terangnya.
Menurutnya, pemasangan wifi ini juga sebelumnya guru tersebut telah merapatkan terlebih dahulu dengan para siswa. Sehingga dugaan pungli yang dituduhkan itu tidak benar adanya.
Sebagai informasi, sebelumnya SMAN 2 Raha di demo oleh siswanya soal dugaan pungli iuran wifi sebesar Rp3.000/siswa selama sebulan. Aksi itu dipimpin langsung oleh Ketua OSIS, Pangkuh Raditya Ilyasa. (B)