Puluhan Perusahaan Pertambangan di Sultra Belum Bayar Pajak Air Permukaan

  • Reporter: LM Ismail
  • Editor: Dul
  • 27 Okt 2024
  • 2868 Kali Dibaca

KENDARI, KERATONNEWS.CO.ID - Puluhan perusahaan pertambangan di Sulawesi Tenggara (Sultra) belum membayar Pajak Air Permukaan (PAP) kepada pemerintah daerah. 

Pajak ini merupakan hal yang diwajibkan untuk dibayar bagi semua perusahaan yang memanfaatkan air permukaan. 

Namun, hingga saat ini, masih banyak perusahaan pertambangan yang belum memenuhi kewajibannya, sehingga merugikan pemasukan daerah yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.

Menurut data yang dihimpun dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sultra, terdapat puluhan perusahaan pertambangan belum membayarkan Pajar Air Permukaannya kepada pemerintah. 

"Dari 100 lebih perusahaan, hanya ada beberapa perusahaan saja yang bayar Pajak Air. Jumlahnya mungkin tidak sampai 100 tapi mendekati lah," kata Kepala Bidang Bapenda Sultra, Wakuf D. Karim saat ditemui diruangan kerja beberapa hari lalu. 

Di mana total tunggakan pajak tersebut mencapai miliaran rupiah dan telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.

Menurutnya, sejak 5 tahun terkahir dari 2020-2024 ini untuk Pajak Air Permukaan tidak pernah mencapai target, padahal menurutnya target yang ditetapkan oleh pemerintah sangat rendah sekali. 

"Sudah 5 tahun ini 2020, 2021, 2022, 2023, 2024 ini itu tidak pernah mencapai target. Target kita biasa sampai akhir tahun itu selalu sedikit sekali. Padahal kita punya Pajak Air Permukaan dalam setahun itu kecil sekali," ucapnya. 

Ia mengungkapkan untuk di tahun ini pemerintahan provinsi menargetkan hanya Rp10 miliar, namun sampai di bulan Oktober ini yang terkumpul baru Rp1 miliar. 

Menurutnya, target ini merupakan target terendah dari semua jenis pajak. Jumlah tersebut diberikan salah satu faktornya karena masih banyaknya perusahaan pertambangan di Sultra yang bandel untuk membayarkan Pajak Air Permukaan. 

"Standar Rp10 miliar itu belum pernah terjadi sebelumnya, karena biasanya di atas itu. Ini diturunkan karena melihat perusahaan ini malas bayar Pajak Air Permukaan," ungkapnya.

Faktor lainnya, karena saat ini pihak pemerintah provinsi tidak memiliki kewenangan untuk menindaki perusahaan - perusahaan pertambangan yang bandel bayar pajak sejak tahun 2019.

"Kita tidak punya kewenangan semua diambil alih oleh pusat. Kecuali di tahun 2019 ke bawah kita memiliki kewenangan, seperti mencabut izin perusahaan. Jadi mereka tidak berani kalau tidak bayar pajak," katanya. 

Menurutnya, atas kejadian ini provinsi Sultra hanya mendapatkan dampak buruk dari pertambangan saja, seperti banjir dan tanah longsor. 

"Hanya dampak buruk yang kita dapat," pungkasnya. (C)