Terancam Digusur Perusahaan, Warga Kolono Minta HGU PT. Tiran Dicabut

  • Reporter: La Niati
  • Editor: Dul
  • 14 Nov 2023
  • 2727 Kali Dibaca

KENDARI,KERATONNEWS.CO.ID - Puluhan warga Kecamatan Kolono, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) berdemonstrasi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Tenggara, menuntut segera mencabut Hak Guna Usaha (HGU) PT Tiran.

Pasalnya, sebanyak 118 kepala keluarga (KK) masyarakat transmigrasi UPT Roda, Desa Margacinta, Desa Pudaria Jaya, Desa Watuporambaa dan Desa Bakutaru Nah di Kecamatan Kolono terancam digusur oleh pihak perusahaan PT Tiran yang telah masuk dalam izin Konsesi Perusahaan Sawit.

Menanggapi itu, Ketua Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tenggara, Andi Rahman menekankan, Badan Pertanahan segera mencabut HGU PT. Tiran agar dapat menyelesaikan konflik agraria di Kecamatan Kolono.

“Kami juga mendesak Disnaketrans Sulawesi Tenggara untuk sesegera mungkin mendistribusikan lahan usaha 2 di Kecamatan Kolono,” beber Andi Rahman, Selasa (14/11/2023).

Konsensi tersebut akibat Pemerintah Daerah (Pemda) Konawe Selatan telah mengeluarkan Surat Putusan Nomor 525/871 pada Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Lokasi Perkebunan Sawit PT Tiran, di atas Lahan Transmigrasi UPT Roda seluas 243 hektare.

“Sebab kami menilai persoalan musti ditindak secara tegas oleh Pemprov Sulawesi Tenggara, terkhusus pihak-pihak yang terkait dengan masyarakat transmigrasi ini, sebab Pemda Konawe Selatan lambat menyelesaikan persoalan itu,” ungkap Mantan Ketua Dewan daerah WALHI Sultra, Torop Rudendi.

Torop yang juga warga Desa Margacinta itu mengingatkan, agar PT Tiran tidak melakukan penggusuran terhadap lahan pertanian warga yang sudah diolah sejak 2016 silam.

“Kami juga meminta DPRD Sulawesi Tenggara untuk membuat Perda Pengakuan Wilayah Kelola Rakyat,” ucapnya.

Kata Torop, sudah ada sejumlah pertemuan antara warga, Pemda Konawe Selatan dan PT Tiran. Rekomendasi pertemuan tersebut PT Tiran siap menyerahkan lahannya ke warga transmigrasi, tetapi dengan syarat Pemda setempat harus menggantikan lokasinya.

“Yang jadi masalah sampai saat ini menurut ATR/BPN, bupati belum menyerahkan lokasi pengganti yang dimohonkan oleh PT. Tiran, makanya kasus konflik agraria di transmigrasi tidak kunjung selesai,” pungkasnya. (B)