SK Penggantian Jabatan Kepsek Tingkat SMA/SMK di Sultra Dinilai Cacat Hukum

  • Reporter: Israwati
  • Editor: Dul
  • 24 Mei 2023
  • 3130 Kali Dibaca

KENDARI, KERATONNEWS.CO.ID- Kuasa hukum Kepala Sekolah yang di nonjob, Sulaiman menilai Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nomor 231 tahun 2023 tentang penggantian jabatan Kepala Sekolah tingkat SMA/SMK di Sultra dinilai cacat hukum.

Akibatnya, sebanyak 70 kepala sekolah SMA/SMK di Sultra yang dinonjobkan bingung dengan tugas barunya sebagai guru pengajar di sekolah. Apalagi penempatan mereka disilangkan dari SMA ke SMK dan sebaliknya.

Sulaiman mengatakan SK tersebut dinilai cacat prosedur karena diterbitkan tanpa ada penggodokan di Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang diketuai Sekda Sultra.

Dimana pada 20 Maret 2023 lalu SK tersebut diusulkan Kepala Dikbud Sultra ke Gubernur Sultra. Setelah empat hari kemudian atau 24 Maret 2023 SK tersebut sudah ditandatangani gubernur.

Pelanggaran lainnya adalah melanggar Permendikbudristek No 40 Tahun 2021 tentang Guru jadi Kepala Sekolah dan masih banyak lagi pelanggaran lainnya.

Selain itu adanya dugaan pelanggaran pelantikan Kepsek yang tidak memiliki sertifikat yang layak untuk memimpin satuan pendidikan atau sekolah.

"Sebenarnya harapan kami dari awal kadis datang, karena RDP terkait masalah SK 231 yang dikeluarkan oleh Gubernur, harusnya sekda juga hadir tapi diwakili biro hukumnya, hanya mereka tidak bisa mengambil kesimpulan karena SK ini tidak sampai ke mereka, tidak melalui prosedur atau tidak digodok melalui perdagkap Baperjakat," ungkapnya usai RDP di DPRD Sultra, Selasa (23/5/2023).

Sebelumnya, kata dia, pihaknya juga telah menempuh jalur hukum melalui PTUN, dimana ada beberapa tuntutan dalam memperjuangkan hak Kepsek yang dicopot dari jabatannya, salah satunya membatalkan SK Gubernur Nomor 231 Tahun 2023 tersebut.

"Kami hanya minta dibatalkan oleh Gubernur atau PTUN, mudah-mudahan ada etikat baik Gubernur untuk membatalkan SK tersebut," ucapnya.

Bahkan, atas cacatnya SK tersebut maka pihaknya juga meminta agar Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra dan Kepala Bidang GTK harus dicopot dari jabatannya.

“Karena kami rasa kedua pejabat ini yg membuat dunia pendidikan di Sulawesi Tenggara menjadi kacau,” beber Direktur Yayasan Advokasi Hukum Gelora Indonesia (YAHGI) wilayah Sulawesi Tenggara ini.

Kabid Bantuan Hukum Biro Hukum Setda Sultra, La Ode Amili mengaku hingga saat ini pihaknya belum menerima SK tersebut, sehingga belum bisa menyimpulkan karena belum dikaji lebih lanjut.

"Kita tidak pernah melihat SK nya, bagaimana mau dikaji. Saya belum lihat dia punya mekanisme bagaimana, kita belum lihat SK itu sampai hari ini. Kalau kita belum lihat, berarti ya belum masuk di biro hukum," tegasnya.

Sementara Asisten III Setda Sultra, Sukanto Toding mewakili Sekda Sultra dalam RDP tersebut juga membenarkan jika SK itu ada kesalahan prosedur dalam rujukan dikeluarkannya SK tersebut.

"Karena kami anggap memang mengundang kontroversi terutama diantara kalangan rekan-rekan kepala sekolah," bilangnya.

Kendati itu, pihaknya berupaya untuk segera menelaah kembali dikeluarkannya SK 231 tersebut. Bahkan pihaknya mengapresiasi usaha yang dilakukan para kepala sekolah dengan telah melakukan proses hukum melalui mekanisme PTUN.

"Bagaimana pun pemerintah daerah mungkin saja tidak bersifat komprehensif dalam sebuah keputusan, sehingga tidak menutup kemungkinan ada evaluasi dan telaah. Saya kira sepanjang itu untuk kepentingan pimpinan sendiri demi kemaslahatan masyarakat Sultra, saya rasa kenapa tidak sebuah keputusan kita telaah kembali," pungkasnya. (A)