Berikut Luas Lahan Perhutanan Sosial Yang Diserahkan Kepada Masyarakat Sultra

  • Reporter: Israwati
  • Editor: Dul
  • 24 Feb 2023
  • 2215 Kali Dibaca

KENDARI, KERATONNEWS.CO.ID- Berikut luas lahan perhutanan sosial yang diserahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI kepada masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun 2023 ini.


Sekiranya 13 unit SK perhutanan sosial dengan luas 4.685 hektar yang diserahkan kepada 1.249 kepala keluarga (KK) yang tersebar di Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).

Sedangkan untuk 2022 luas perhutanan sosial yang diserahkan sekiranya 4.685 hektar yang terdiri dari 1.249 KK yang tersebar di Kabupaten Muna, Bombana, dan Konawe Selatan (Konsel) dengan jumlah 13 unit SK.

Analis Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kehutanan Sultra, Karnado mengatakan setelah SK perhutanan sosial diserahkan kepada masyarakat, tidak serta merta langsung dilepas. Melainkan dibentuk dokumen Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS), dan  tata batas lokasi untuk menjadi acuan dari Dinas Kehutanan provinsi maupun KLHK dalam melakukan evaluasi.


Pasalnya izin tersebut diberikan selama 35 tahun, namun setiap 5 tahun sekali akan dilakukan evaluasi
Proses evaluasi tersebut dilakukan melalui dua aspek yakni administrasi dan aspek ekologi.

"Kalau dari aspek administrasi, kita banyak beberapa pendamping, penyuluh yang membantu mereka. Nah kalau dari sisi ekologinya, apakah dengan diberikan perhutanan sosial kawasan itu menjadi lebih baik ataukah malah tambah hancur? itulah dari sisi evaluasinya," jelasnya, Jumat (24/2/2023).

Kata dia, jika setelah berjalan 5 tahun dan dilakukan evaluasi namun tidak memenuhi syarat maka izin tersebut dapat dicabut dan diberikan kepada orang lain. 

Sehingga dalam setiap tahun masyarakat rutin di berikan pendampingan oleh penyuluh dan pendamping kehutanan yang sengaja dianggarkan oleh KLHK untuk mendampingi kelompok-kelompok tani hutan.

"Nah setelah mereka mendapat SK itu, kita menugaskan beberapa penyuluh dan pendamping kehutanan untuk membimbing mereka. Apa yang harus dilaksanakan, apakah menyusun dokumen RKPS atau dia melakukan penataan batas itu semua dibantu oleh pendampingnya," bebernya.

Kemudian setelah hal tersebut berjalan, maka akan diklasifikasikan berdasarkan kelas keberhasilan dari masyarakat itu, yang disebut dengan kelas kelompok usaha perhutanan sosial. Diantaranya blue, silver, gold, dan juga platinum.

Dimana, blue ini yang baru saja mendapatkan SK tersebut, silver sudah mulai mengidentifikasi potensi yang ada dilokasi yang diberikan izin.

Selanjutnya gold, yang sudah mempunyai kemasan usaha yang dipasarkan di wilayahnya, maupun lintas provinsi.

Sementara platinum sudah melakukan ekspor, misalnya kerajinan yang bisa mengekspor sampai ke China, dan madu sampai di Arab Saudi.

"Kalau Sultra kita belum ada yang sampai platinum, karena barang ekspor itu kan harus punya sertifikasi halal. Dan untuk mengusul saja sertifikasi halal dari BPOM itu banyak persyaratan juga, misalnya punya rumah produksi sendiri. Nah sementara masyarakat ini belum bisa sampai disitu. Jadi kebanyakan skalanya hanya untuk dijual di daerah, dan kita sekarang ada yang sudah sampe di klasifikasi gold," paparnya.

Selain itu, ia juga menyampaikan SK perhutanan sosial ini merupakan permohonan dari masyarakat yang diakomodir oleh Dinas Kehutanan provinsi atau permohonan secara langsung di KLHK.

Masyarakat yang dapat mengusulkan perhutanan sosial ini harus memiliki usaha yang berada didalam kawasan hutan selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun.

Selanjutnya, merupakan penduduk asli yang melakukan usaha disekitar lokasi yang diajukan tersebut. 

"Jadi misalnya lokasi yang diajukan berada di desa A, berarti masyarakat desa A yang boleh mengajukan," pungkasnya. (Adv)