Masa Depan Peternakan Indonesia Sekolah Peternakan Rakyat

  • Penulis: Baharuddin Yusuf
  • 10 Mar 2024
  • 356 Kali Dibaca

Oleh: Baharuddin Yusuf 

Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

 

 

Saat dunia peternakan secara global difokuskan pada kesejahteraan ternak, Indonesia masih sangat jauh dari pencapaian tersebut. Ini karena masih diperlukan perhatian mendasar dan utama yang mengarah pada kesejahteraan para peternaknya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amiruddin Saleh dan timnya pada tahun 2014 mengenai pengembangan sistem produksi dan keamanan pangan sapi potong peranakan Ongole (PO), mayoritas produksi daging sapi di negara ini berasal dari peternakan rakyat (sekitar 78%). Sekitar 5% sisanya berasal dari impor daging sapi, sementara 17% berasal dari ternak hidup. Di sisi lain, Databoks memberikan rincian mengenai nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor-sektor utama dan kontribusinya pada tahun 2022. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menduduki peringkat ketiga dengan nilai PDB sekitar Rp2.428,9 triliun, menyumbangkan sebesar 12,40%. Dari kontribusi ini, subsektor peternakan berkontribusi sebesar 1,58%.

Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun peternakan termasuk dalam sektor pertanian, namun pengaruhnya terhadap ekonomi nasional tidak sekuat yang diinginkan. Tantangan yang mungkin muncul adalah kurangnya pertumbuhan dan dampak peternakan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dibandingkan dengan sektor-sektor lain seperti industri pengolahan dan perdagangan. Situasi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kurangnya investasi dan inovasi di sektor peternakan, keterbatasan akses terhadap teknologi dan pasar, serta perubahan dalam pola konsumsi masyarakat yang cenderung memilih produk non-peternakan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan peran dan sumbangan subsektor peternakan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional melalui lembaga, kebijakan, dan program yang mendukung pengembangan peternakan secara berkelanjutan.

Salah satu strategi untuk meningkatkan standar peternakan di Indonesia, terutama yang didominasi oleh peternakan lokal, adalah dengan pendirian Sekolah Peternakan Rakyat (SPR). Program ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk menyebarkan pengetahuan dan teknologi kepada para peternak guna meningkatkan pemahaman dan mengembangkan keterampilan dalam mengelola usaha peternakan. Tujuannya adalah untuk meluaskan cakupan pengetahuan, meningkatkan pemahaman, merangsang kreativitas dan inovasi, serta mendorong kerja sama kolektif dengan bimbingan dari para ahli dan akademisi yang memiliki keahlian dalam berbagai bidang ilmu.

Menurut Liang Gie dalam karyanya yang berjudul Pengantar Filsafat Ilmu tahun 1997, ilmu pengetahuan adalah deretan kegiatan yang dilakukan oleh manusia, terutama dengan menggunakan akal budi secara rasional, dengan pendekatan kritis, logis, dan sistematis. Kegiatan tersebut mengikuti prosedur, pola, langkah-langkah, teknik tertentu, dan bertujuan untuk menghasilkan pengetahuan ilmiah yang terstruktur. Pengetahuan tersebut memiliki kejelasan dalam penyelidikan obyek, rincian bagian-bagiannya, serta hubungannya, dan dapat diuji kebenarannya secara luas. Dengan konotasi tertentu, ilmu pengetahuan mencakup proses, prosedur, dan produk. Sebagai proses, itu mengacu pada penelitian ilmiah; sebagai prosedur, itu mengacu pada metode ilmiah; dan sebagai produk, itu mengacu pada pengetahuan ilmiah.

Pada masa sekarang, gagasan akan pentingnya meningkatkan kualitas kehidupan, terutama dengan memperhatikan aspek material, mental, dan spiritual secara menyeluruh, memberikan dukungan terhadap keberlanjutan, dan kebutuhan untuk menggabungkan teknologi pendidikan dan informasi dengan pengetahuan. Peran pendidikan menjadi sangat krusial dalam hal ini. Menurut UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), pendidikan memiliki tanggung jawab serta kapasitas untuk memberikan kontribusi pada visi pembangunan global yang berkelanjutan. Demikian pula, dalam konteks ini, keberlanjutan usaha di sektor peternakan dan perkembangannya memerlukan perhatian serius terhadap ketersediaan sumber daya dan akses bagi para peternak, yang sangat dipengaruhi oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Di era kemajuan teknologi yang cepat, di mana inovasi terus mengubah struktur dasar industri, modernisasi telah menjadi kekuatan utama yang mendorong perubahan di berbagai sektor. Sebagian besar komunitas di seluruh dunia terlibat dalam proses ini, baik sebagai pelaku baru maupun sebagai pewaris tradisi modernisasi yang telah ada sebelumnya. Modernisasi melibatkan beragam bidang yang kompleks, dan pada akhirnya, masyarakat harus menyesuaikan diri dengan perubahan ini, tanpa terkecuali. Ini merupakan proses peralihan dari kondisi yang kurang maju atau berkembang menuju keadaan yang lebih baik, dengan tujuan mencapai tingkat kehidupan yang lebih maju, berkembang, dan sejahtera. Selain aspek materi, modernisasi juga mencakup aspek non-materiil seperti pola pikir dan perilaku.

Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) membuka jalan bagi kolaborasi yang bertujuan memperkuat usaha peternak lokal. Hasil penelitian oleh Atien Priyanti dan tim pada tahun 2012, yang diangkat dalam laporan berjudul "Small Scale Beef Cattle Production in East Java, Indonesia," menggambarkan bahwa pemilik ternak sapi pedaging rata-rata hanya memiliki 2-3 ekor ternak per peternak. Dinamika ini menjadi perhatian serius karena mayoritas peternak memiliki kapasitas intelektual di bawah rata-rata. Oleh karena itu, perubahan mendasar yang perlu ditekankan terletak pada pola pikir, sikap, karakter, dan perilaku peternak rakyat, membuka pintu untuk peningkatan yang holistik dalam mendukung perkembangan sektor peternakan di Indonesia.

Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA., IPU., seorang inovator yang mewujudkan visi yang luar biasa melalui pendirian Sekolah Peternakan Rakyat (SPR), menjelaskan tujuan penting lembaga ini dalam karyanya yang berjudul "Gerakan Perubahan Komunitas Peternakan Rakyat." Tujuan utamanya adalah untuk mengubah paradigma peternak tradisional, menjadikan mereka pengusaha ternak yang berorientasi profesional, mendorong kolaborasi bisnis dalam industri peternakan, dan meningkatkan pemahaman akan ilmu pengetahuan dan teknologi guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Program pembelajaran SPR menyatukan materi yang substansial, pendampingan berkelanjutan, evaluasi berkualitas, dan diakhiri dengan upacara wisuda, yang dilakukan dalam periode waktu yang terukur: 9 bulan 10 hari.

Secara teknis, proses ini terbagi menjadi tiga tahapan dengan proporsi yang berbeda, yaitu perubahan pola pikir memiliki bobot sebesar 45%, pemahaman bisnis kolektif memiliki bobot sebesar 35%, dan penguatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) memiliki bobot sebesar 20%. Ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan teknologi modern yang dapat mengubah peternak lokal menjadi entitas yang lebih berorientasi pada industri. Meskipun ini dianggap penting, namun paradigma bisnis yang didasarkan pada semangat gotong royong tetap merupakan prioritas yang tak kalah penting atau menjadi nafas pergerakan dari peternak yang mengikuti Sekolah Peternakan Rakyat.

Program edukasi ini diterapkan di wilayah yang memiliki 1000 ekor ternak betina, serta maksimal 100 ekor ternak jantan yang dimiliki oleh komunitas peternak lokal. Konsep ini pertama kali diimplementasikan di Sumatra Selatan, khususnya di Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Program tersebut kemudian menyebar ke 16 provinsi dan 44 kabupaten, sehingga terbentuklah 49 Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) di lokasi tersebut.

Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) mengimplementasikan sejumlah strategi untuk memperkuat sektor peternakan. Pendekatan Bottom-up menunjukkan bahwa SPR memulai dari level komunitas, di mana program dan kegiatan disusun berdasarkan langsung pada kebutuhan dan aspirasi dari peternak dan komunitas peternakan setempat. Dukungan dari pemerintah daerah, khususnya dari bupati, dan keterlibatan aktif dari rektor perguruan tinggi, adalah penting agar SPR mendapatkan dukungan yang kuat dari pemerintah lokal dan lembaga pendidikan tinggi, serta terciptanya sinergi antara keduanya. Selain itu, bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah daerah menunjukkan pengakuan terhadap pentingnya program SPR secara finansial. SPR juga memfasilitasi interaksi antara peternak dan akademisi, memungkinkan pertukaran pengetahuan yang bermanfaat, terutama bagi peternak lokal. Prioritas utama SPR adalah pendidikan, dengan menekankan pada penyediaan materi pembelajaran yang relevan dan pendampingan berkualitas untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan peternak dalam mengelola usaha peternakan secara efektif dan berkelanjutan.

Selain itu, upaya strategis yang dilakukan oleh Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) untuk memperkuat sektor peternakan juga menjadi dasar bagi aspirasi untuk mewujudkan modernisasi dan industrialisasi sektor peternakan di Indonesia. Langkah-langkah tersebut termasuk menjadikan SPR sebagai program yang diwajibkan, dengan tujuan memberikan pelatihan dan keterampilan kepada peternak lokal yang tidak memiliki akses ke perguruan tinggi. Selain itu, diharapkan pembentukan sebuah kementerian yang khusus berfokus pada sektor peternakan, dengan tujuan mengurangi hambatan komunikasi dan fokus pada isu-isu yang berkaitan dengan peternakan, serta merumuskan kebijakan yang terarah untuk mendukung para peternak. Melalui langkah-langkah ini, perbaikan mendasar dapat dicapai melalui peningkatan pengetahuan dan pembentukan paradigma baru bagi para peternak, serta implementasi program inovatif ini dalam bentuk kebijakan yang wajib diikuti. Dengan demikian, diharapkan kontribusi sektor peternakan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat meningkat secara signifikan.