Gula Musuh Masyarakat

  • Reporter: Arini
  • Editor: Dul
  • 17 Feb 2023
  • 2866 Kali Dibaca

KERATONNEWS.CO.ID - Rokok, narkoba, dan alkohol mungkin kita semua sudah mengetahui bahaya dari barang-barang tersebut. Jika dikonsumsi dalam jangka pendek maupun panjang dapat menyebabkan kecanduan, merusak hormon, disfungsi organ tubuh, hingga pada resiko kematian. Namun ada satu hal lagi yang tidak kita sadari dan sangat melekat dikehidupan sehari-hari kita, bahkan tidak diatur peredarannya. Apa itu ?? Jawabannya adalah Gula. Iya... Gula.

Sebagai bahan makanan gula bertanggung jawab terhadap meningkatnya tingkat obesitas sebanyak dua kali lipat selama dua dekade dan sebagai faktor utama penyebab diabetes yang menjadi penyebab kematian nomor 4 terbanyak di Indonesia. Gula itu sebenarnya ada juga di dalam nasi, tidak hanya gula pasir ada juga gula aren, dan juga dari produk-produk kemasan yang sering kita konsumsi.

Melihat fakta bahaya dari gula ini seorang profesor ahli nutrisi bernama John Yudkin asal Britania di tahun 1972, mendeskripsikan gula denga buku berjudul "Pure, White, and Deadly". Isi buku tersebut menjelaskan bahaya dari gula.

50 tahun semenjak penerbitan buku tersebut membuka wawasan masyarakat mengenai bahaya gula. Namun, mayoritas belum mengetahui dampak dari gula bagi kesehatan. Jika kita memperhatikan makanan yang trend disekitar kita seperti boba, alpukat kocok, martabak manis, dessert box, dan sebagainya hampir semuanya memakai gula.

Gula itu karbohidrat, yang sebenarnya ada di nasi, kentang, dan buah-buahan. Badan kita akan merubah karbohidrat menjadi glukosa dan tentunya jadi sumber energi. Lalu apakah tubuh kita membutuhkan gula? Jawabanya bisa iya dan tidak. Tubuh kita membutuhkan gula untuk menjadi energi, tetapi apabila batas minimum gula sudah terpenuhi maka kita tidak perlu gula tambahan gula lagi.

Gula bersifat adiktif, gula juga mempunyai hedon value membuat kita merasa senang saat mengkonsumsinya. Membuat saraf di kepala yang mengontrol rasa kenyang menjadi perlahan mati dan membuat kita ingin mengkonsumsinya terus-menerus.

Jika memang gula se berbahaya itu atau bisa disebut silent killer yang enak, lalu mengapa gula tidak diatur peredarannya.

Permasalahan gula ini sebenarnya sudah melibatkan jutaan pekerja, ada masalah profit yang menghidupi banyak orang, tapi berbahaya. Jadi ini seperti multi-billion, agresive industry.

Di zaman sekarang itu adalah keberlimpahan sesuatu, dan juga pengaruh dari berbagai arah membuat kita masih bergelut dengan gula dalam keseharian kita.

Tapi di luar negeri sudah ada pemerintah yang sadar dengan hal tersebut. Pada tahun 2018 dikeluarkan pajak kepemilikan gula. Hal ini berdampak 50% perusahaan yang mengelola secara besar-besaran yang mengurangi gula di setiap produk mereka untuk menekan biaya produksi. Akhirnya konsumsi gula menurun 10% di kalangan masyarakat.

Sebenarnya pernah ada wacana penerapan di Indonesia, tentu hal ini menjadi perdebatan, salah satunya datang dari ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Adhi Lukman yang mengatakan bahwa tidak ada data apabila sugar tax diterapkan bisa mengurangi obesitas dan penyakit kronis.

Kesimpulanya tubuh kita membtuhkan gula untuk membentuk energi, tetapi berlebihan mengkonsumsi gula dari kebutuhan harian kita juga akan menyebabkan berbagai penyakit kronis di tubuh. Untuk mencegah hal tersebut kita mempunyai pilihan advokasi, demonstrasi, sosialisasi ke masyarkat, tetapi kembali lagi hal terbaik yang bisa kita lakukan saat ini adalah memulai dari diri dan orang yang yang kita cintai di sekitar kita.

Informasi diatas dilansir dari chanel Youtube Satu Persen Indonesia. (C)