Ketua DPRD Sultra Minta APH Tegak Lurus Tangani Kasus Supriyani Guru Honorer di Konsel Korban Kriminalisasi

  • Reporter: La Niati
  • Editor: Dul
  • 22 Okt 2024
  • 2934 Kali Dibaca

KENDARI,KERATONNEWS.CO.ID – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), La Ode Tariala menegaskan bahwa dewan akan mengawal kasus dugaan kriminalisasi terhadap oknum guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Konawe Selatan (Konsel), Supriyani.

Politisi Partai Nasdem ini juga meminta aparat penegak hokum (APH) agar berdiri tegak dalam melakukan proses hukum termasuk kasus oknum Guru di SDN 4 Baito. Karena menurutnya, ada yang aneh dengan kasus tersebut. Pasalnya, Supriyani merupakan guru Kelas IB sementara korban merupakan siswa Kelas IA. Kemudian Supriyani tidak pernah mengajar di Kelas IA.

“APH harus tegak lurus melihat kasus ini, jangan ada indikasi di bawah tekanan, karena kasus ini telah menjadi perhatian semua orang,” tegas La Ode Tariala usai bertemu dengan Supriyani di tempat penahanan Lapas Perempuan Kelas IIIA Kendari pada Senin (21/10/2024).

Kepada Ketua DPRD Sultra tersebut, Supriyani membantah bahwa selama 15 tahun honor di SDN 4 Baito tidak pernah melakukan pemukulan ataupun penganiyaan terhadap siswa, apalagi kepada siswa yang merupakan anak seorang polisi. 

“Dia (Supriyani-red ) mengaku tidak melakukan penganiayaan. Dan itu sangat kelihatan bahwa yang bersangkutan berkata sesuai dengan fakta. Kita bisa menilai mana yang tulus dan mana yang pura-pura,” ungkap La Ode Tariala.

Menurutnya, ada yang aneh dengan kasus tersebut. Pasalnya, Supriyani merupakan guru Kelas IB sementara korban merupakan siswa Kelas IA. Kemudian Supriyani tidak pernah mengajar di Kelas IA. Kemudian, kejadiannya tanggal 24 April, namun dilaporkan kepada pihak kepolisian tanggal 26 April 2024.

“Sangat rancu kasus ini, karena korban bukan guru terdakwa (Supriyani). Apalagi saat itu Supriyani siang sekitar jam 1 baru masuk sekolah,” bebernya.

Selanjutnya tambah Politikus NasDem itu berdasarkan keterangan saksi yang merupakan siswa satu ruangannya yang juga tetangga rumah korban, bahwa korban dipukul Supriyani menggunakan sapu ijuk disaksikan oleh guru di Kelas IA dan siswa lainnya.

“Siswa di Kelas IA sebanyak 17 orang. Dua diantaranya merupakan tetangga korban. Aneh jika keterangan mereka dijadikan bukti,” paparnya.

“Sementara Guru di kelas IA dan 15 siswa lainnya saat dimintai keterangan mereka tidak melihat Ibu Supriyani melakukan pemukulan. Sehingga saya menduga kasus ini ada motif lain. Namun, itu biarlah menjadi tugas aparat penegak hukum,” tambahnya.

Selain itu, Tariala menyampaikan orang tua korban (Oknum polisi yang tugas di Polsek Baito) datang di sekolah secara diam-diam dan mengambil sapu ijuk untuk dijadikan barang bukti. Sementara secara kasat mata luka lebam yang dialami korban bukan akibat dipukul menggunakan sapu ijuk.

“Apa maksudnya datang di sekolah diam-diam dan mengambil sapu ijuk untuk dijadikan alat bukti. Hal itu ketahuan setelah ada guru yang menyapanya. Kemudian luka yang dialai korban seperti terbakar, kalau pakai sapu ijuk itu tidak akan masuk akal,” tegasnya.

Ironisnya lagi kata Tariala orang tua korban meminta ganti rugi kepada Supriyani sebanyak Rp50 juta dan diminta keluar dari SDN Baito.

“Bayangkan saja guru honorer dimintai uang Rp50 juta mau ambil darimana uang sebanyak itu,” bebernya.

Dengan demikian, DPRD akan melakukan persuasif dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe Selatan (Konsel) untuk menangguhkan guru di SDN 4 Baito, Supriyani.

“Biarkan proses hukum berjalan, tetapi Supriyani kami akan tangguhkan atas nama lembaga DPRD Sultra, sehingga bisa melanjutkan proses belajar mengajar ataupun mempersiapkan diri untuk melaksanakan tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K),” pungkas La Ode Tariala. (C)