Andap Minta Kepala Daerah Kumpul Manuskrip dan Arsip Kekayaan Bahasa

  • Reporter: Israwati
  • Editor: Dul
  • 21 Nov 2023
  • 2868 Kali Dibaca

KENDARI, KERATONNEWS.CO.ID- 7 dari 9 bahasa daerah di Sulawesi Tenggara (Sultra), telah hampir punah. 

Ke tujuh bahasa daerah ini diantaranya, bahasa Cia-cia, Culambacu, Kulisusu, Lasalimu Kamaru, Moronene, Muna, dan Tolaki.

Untuk mengatasi agar vitalitas bahasa daerah tersebut tidak semakin menurun, Pemerintah Provinsi (Pemprov) terus melakukan berbagai upaya.

Salah satunya melalui Kongres Internasional ke- IV  bahasa-bahasa daerah Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kegiatan yang diinisiasi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sultra, bersama Kantor Bahasa Sultra ini berlangsung di salah satu hotel di Kendari mulai Selasa 21-22 November 2023.

Dalam kegiatan tersebut Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Andap Budhi Revianto mengatakan bahwa keberagaman bahasa daerah sebagai kekayaan budaya.

Sehingga ketika bahasa daerah tersebut punah maka sebagai tanda punahnya nilai-nilai budi luhur yang diwariskan oleh pendahulu, yang pada akhirnya menjadi ancaman besar bagi lunturnya indentitas nasional dan juga semangat kebangsaan.

"Oleh karena itu kita berkumpul disini, kita jadikan pertemuan ini sebagai pertemuan yang bermanfaat dengan langkah - langkah tunjukkan komitmen moral kita. Kemudian apa langkah kita untuk melestarikan bahasa termasuk juga aksara daerah dan juga sastra nya," ungkap Andap saat membuka kegiatan tersebut.

Selanjutnya, menjadikan kongres ini sebagai sesuatu yang melahirkan konsep kerja kebijakan bersama di 17 kabupaten kota dalam mempertahankan bahasa dan sastra daerah.

Selain itu, Sekjen Kemenkumham ini menginstruksikan kepada kepala daerah termasuk kepala bahasa untuk mengumpulkan manuskrip dan arsip terkait kekayaan bahasa dan aksara.



"Tolong dikumpulkan manuskrip dan arsip terkait kekayaan bahasa dan aksara yang ada ditempat kita," kata Andap.

Sementara itu Kepala Kantor Bahasa Sultra, Uniawati  mengatakan bahasa daerah memiliki nilai sosiologis yang sangat dekat kepada semua penuturnya. Semua penutur bahasa daerah itu berkembang dan berfikir dalam bahasa daerah. 

Bahasa daerah juga memiliki nilai emosional bagi para penuturnya. Dalam konteks inilah bangsa Indonesia melihat bahasa daerah sebagai salah satu bentuk kekayaan hak benda bagi masyarakat dan bangsa.

Sebagai bahasa lokal, bahasa daerah bukanlah penghambat perkembangan bahasa Indonesia. Begitu juga penggunaan bahasa daerah bukan berarti tidak menghargai bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.



"Adanya krisis ekonomi, hukum dan politik, serta pengaruh globalisasi menimbulkan gejolak dan kerawanan yang mengancam kerukunan dan kesatuan bangsa Indonesia," jelasnya.

Berkaitan dengan hal tersebut dibutuhkan kegiatan yang representatif yang dapat menumbuhkan cara pandang baru mengenai pengembangan bahasa daerah serta sikap berbudaya yang lebih baik.

Melalui Kongres Internasional ke- IV bahasa -bahasa daerah Sultra merupakan salah satu kegiatan yang dinilai dapat mewujudkan hal tersebut. (Adv)