Dinas Ketahanan Pangan Sultra Intervensi Kenaikan IPH di Kabupaten Bombana dan Muna

  • Reporter: La Niati
  • Editor: Dul
  • 27 Feb 2025
  • 2487 Kali Dibaca

KENDARI, KERATONNEWS.CO.ID - Salah satu masalah yang dihadapi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menjelang bulan ramadhan adalah terjadinya Indeks Perkembangan Harga (IPH) di Kabupaten Bombana dan Muna pada minggu ketiga Februari 2025. Komoditas utama yang mempengaruhi kenaikan IPH di dua daerah tersebut adalah cabai merah, cabai rawit, dan beras.

Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri, Tomsi Tohir saat rapat koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang rutin diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri RI) pada Senin, 24 Februari 2025. 

Sebagai upaya untuk mengendalikan kenaikan Indeks Perkembangan Harga di dua daerah tersebut, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Dinas Ketahanan Pangan Sultra langsung melakukan rapat kordinasi (Rakor) Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan Provinsi Sultra, Rabu (26/2/2025). 

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Sultra, Ir. Ari Sismanto mengungkapkan kenaikan Indeks Perkembangan Harga di Bombana dan Muna menjadi perhatian semua pihak. 

Di katakan, kenaikan IPH di Kabupaten Bombana terjadi pada minggu ke dua bulan Februari, tercatat kenaikan IPH tertinggi sebesar 4,98 persen berada di rengking kedua nasional. 

Kemudian, pada minggu ketiga bulan Februari turun pada angka 4,38 persen dan menjadi rengking ke tiga nasional, dengan komoditas penyumbang utama yaitu daging ayam ras, telur ayam ras, dan bawang merah. 

Sementara itu, inflasi Sultra pada Januari 2025 berada di posisi ketiga terendah secara nasional dengan angka 0,39%, sementara inflasi nasional tercatat 0,76%. 

Kata Ari Sismanto, berbeda dengan Kabupaten Konsel yang berdekatan dengan Bombana, tidak mengalami gejolak kenaikan harga apapun. Sama halnya dengan Kabupaten Kolaka, Kolaka Timur dan Kota Kendari. 

Sama dengan Bombana, Kabupaten Muna juga mengalami Indeks Perkembangan Harga. Komoditas penyumbang utama adalah beras, cabe merah dan cabe rawit. 

"Yang menjadi penyumbang utama kenalkan harga di Bombana adalah daging ayam, telur ayam, dan bawang merah. Sementara di Muna, kenaikan lebih banyak disebabkan oleh kenaikan harga beras, cabai merah, dan cabai rawit. Sementara itu, Kolaka Timur didorong oleh kenaikan harga cabai merah, minyak goreng, dan beras," jelas Ari Sismanto.

Dikatakan, untuk mengatasi lonjakan harga Pemerintah Daerah mendorong kerja sama antardaerah, seperti yang telah dilakukan antara Kabupaten Muna dan Kolaka Timur dalam mendistribusikan beras. Rakor juga menekankan perlunya pengawasan langsung di lapangan guna memastikan ketersediaan pasokan dan menghindari kelangkaan yang dapat menyebabkan gejolak harga.

Selain itu, Pemerintah juga mempertimbangkan peningkatan produksi pangan sebagai solusi jangka panjang. Upaya ini mencakup sektor tanaman pangan maupun peternakan.

"Kebijakan stabilisasi harga juga akan diperkuat melalui gerakan pangan murah dan operasi pasar yang akan dilakukan secara terkoordinasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota," terangnya. 

Kemudian juga fasilitasi distribusi menggunakan dana APBD Provinsi, sehingga harga dari sumber produksi sampai di kabupaten terjangkau. 

Ari Sismanto mengakui bahwa berdasarkan hasil sidak di beberapa pasar di Kota Kendari, cabe rawit mengalami kenaikan harga sementara cabe merah masih di standar HET. 

Menurut Ari Sismanto, upaya tersebut untuk menciptakan situasi dan kondisi yang damai dan aman sehingga masyarakat bisa beribadah dengan tenang, tidak dihantui kenaikan harga pangan. 

Untuk itu, Ari Sismanto meminta semua kabupaten dan kota di Sultra untuk turun lapangan melakukan pemantauan dan pengawasan mengecek kembali semua komoditas mulai dari sisi pasokannya maupun pengendalian harga. 

Di tempat yang sama, Sekretaris Daerah (Sekda) Sultra, Asrun Lio, mengatakan perlu dilakukan cross-check lebih lanjut terhadap data indeks perkembangan harga di Kabupaten Bombana dan Muna. Karena bisa saja ada kesalahan dalam pencatatan atau penginputan data, tetapi juga mungkin ada faktor lain, seperti terganggunya distribusi pangan. 

Kata dia, dugaan utama penyebab kenaikan harga di Bombana dan Muna adalah gangguan distribusi yang menyebabkan kelangkaan stok, sehingga berujung pada lonjakan harga.

"Oleh karena itu, pemerintah daerah segera merumuskan langkah-langkah strategis untuk memastikan ketersediaan pangan, kelancaran distribusi, serta stabilitas harga menjelang bulan? Ramadan dan Idulfitri" jelasnya.

Beberapa langkah yang dibahas dalam Rakor tersebut antara lain subsidi transportasi pangan untuk mengurangi biaya distribusi, optimalisasi stok pangan melalui koordinasi antara Bulog dan Dinas Ketahanan Pangan, serta monitoring harga secara intensif oleh BPS guna memastikan akurasi laporan IPH

"Selain itu, pemerintah juga mendorong sinergi dengan distributor, pedagang, dan Balai POM guna mencegah spekulasi harga yang dapat merugikan masyarakat," tegasnya.

Sekda Sultra menegaskan bahwa seluruh pihak harus terus melakukan pemantauan dan pengawasan harga pangan di lapangan untuk memastikan stabilitas harga, terutama menjelang bulan Ramadan.

"Kita ingin memastikan bahwa masyarakat bisa menjalankan ibadah dengan tenang, tanpa khawatir akan lonjakan harga pangan. Oleh karena itu, koordinasi yang baik antara semua pihak sangat diperlukan," pungkasnya. (ADV)