Sapati Kerajaan Moronene Minta Kasus Penghinaan Mokole Moronene Diselesaikan Secara Adat

  • Reporter: Israwati
  • Editor: Dul
  • 15 Sep 2024
  • 2525 Kali Dibaca

BOMBANA, KERATONNEWS.CO.ID- Sapati Kerajaan Moronene Poleang, Mokole Patani Mohammad Ali menyikapi soal penghinaan Mokole Moronene.

Ia mengutuk keras dan sesalkan beredarnya pesan suara ujaran bernada kebenciaan atas penghinaan yang dilakukan  Heryanto, S.KM. melalui pesan suara yang kini telah beredar luas.

Ia mengatakan baru mengetahui rekaman suara penghinaan Mokole Moronene dua pekan lalu melalui anaknya.

“Saya baru tahu rekaman suara penghinaan terhadap Mokole Moronene sekitar dua Minggu lalu, setelah diperdengarkan oleh Muh. Aris Ali anak saya” Saya benar-benar sangat kecewa,” ungkap Mokole Patani Muhammad Ali di Tongkoseng Minggu (15/09/2024).

Karena pesan suara tersebut telah beredar luas dan tak ada respon dari Mokole Rumbia, maka pihaknya mengambil inisiatif untuk mendudukkan masalah ini dengan menggelar rapat perwakilan tiga Kerajaan Moronene di Kabupaten Bombana dan dibicarakan di Tongkoseng Kecamatan Tontonunu Kabupaten Bombana.

Hadir dalam rapat di Tongkoseng masing-masing perwakilan Mokole Kabaena, Jumrad Raunde, Mokole Penyangga Rumbia Mansur Lababa dan Sapati Mokole Poleang Patani Mohammad Ali selaku yang mengundang.

Dari Mokole Kabaena Raja Kabaena PYM Apua Mokole Kasman Lanota, S.Sos. menugaskan Mokole Jumrad Raunde untuk mewakilinya.

Rapat yang dihadiri sebanyak 30 orang itu, menyepakati untuk mendorong kasus penghinaan melalui pesan suara untuk diselesaikan secara adat dengan sanksi adat Kohala Ea artinya Pelanggaran besar jika dalam waktu yang sudah disepakati tidak ditindaklanjuti barulah dilaporkan ke Polda Sultra. 

Laporan ke Polda akan diajukan apabila  mediasi melalui Hukum Adat Moronene tidak diindahkan. Keputusan Rapat menghendaki agar kasus ini dilaporkan ke Cybercrime Polda Sultra jika proses mediasi hukum adat Moronene tidak diindahkan karena menyangkut  ujaran kebencian yang disebarkan melalui transaksi elektronik. Sehingga penyelesaiannya melalui jalur hukum UU Transaksi Elektronik.

Ketika ditanya Mokole Poleang, kapan akan dilaporkan kasus ini,  dengan singkat Mokole Poleang Patani Ali menguraikan  bahwa segera akan dilaporkan dalam dua minggu ini juga jika tidak ada inisiatif secara adat untuk diselesaikan melalui Hukum Adat Moronene yang dikenal dengan  Kohala Ea .

“Segera kita akan laporkan dua minggu mendatang jika tidak diindahkan," kata Mokole Patani Muhammad Ali.  

Seperti diketahui  bahwa  pemantik munculnya ujaran kebencian dari Heriyanto, SKM. Bermula ketika Ir. H. Burhanuddin, M.Si. dalam suatu kesempatan pertemuan pada 29 Mei 2024 di Desa Matubundu Kecamatan Poleang Barat Kabupaten Bombana. 

Pada kesempatan itu, Burhanuddin dalam pidato singkatnya menyampaikan bahwa dirinya  jika dirunut-runut karena  Kerajaan Moronene adalah memiliki keterkaitan dengan Mokole Dendeangi maka dirinya juga merasa bagian dari keluarga Moronene.

“Dulu menurut ceritanya  bahwa Raja pertama orang Moronene itu adalah orang dari Luwu namanya Dendeangi. Nah, mudah-mudahan karena kita sudah sama-sama, saya merasa  bahwa, saya datang di Bombana mungkin karena ada trah keturunan kita yang sama," kata Burhanuddin.

Rekaman video pendek yang tersebar luas dari perkataan Ir. Burhanuddin kemudian memancing Heryanto, SKM. Yang bereaksi keras sehingga mengirim pesan suara yang menghina Mokole dengan nada merendahkan dengan kata-kata yang kurang pantas disampaikan.

Setelah melalui rapat dengan memberikan kesempatan pada puluhan penanggap untuk berbicara dan mengajukan usul saran, kemudian dibuatkan berita acara kesepakatan yang memuat 5 poin yang isinya adalah sebagai berikut:
1. Penyelesaian secara Hukum Adat, paling lama dua minggu   sudah harus ada pertemuan untuk mediasi hukum adat Moronene.
2. Apabila  tidak ada tanggapan mulai tanggal 16 September sampai dengan 30 September 2024  (dalam dua minggu). Maka akan  dilanjutkan proses hukum pidana ke Polda Sulawesi Tenggara.
3. Dihimbau kepada Bapak Heryanto, SKM, untuk tidak  melakukan aktifitas yang berhubungan dengan Komunitas  Moronene  dalam daerah wilayah Kabupaten Bombana sebelum menyelesaikan perkara penghinaan terhadap Mokole Moronene.
4. Penyelesaian Hukum Adat Moronene dilaksanakan di  Rumah Adat Lembompari Kerajaan Moronene Poleang
5. Mediator dipercayakan kepada Kantor Hukum Sukdar & Partners law firm dan Kantor Hukum Abadi Makmur, S.IP.SH. dan Rekan. untuk mengkomunikasikan penyelesaian dengan hukum Adat Moronene.

Jumrad Raunde mewakili Mokole Kabaena dalam kesempatan itu mengungkapkan pihaknya pernah meminta klarifikasi dari Raja Moronene Rumbia, Alfian,SH.MAP namun tidak berkesempatan untuk menyelesaikan masalah ini. 

Penyelesaian masalah ini, jika cepat diklarifikasi kemungkian maka ada kebijakan tersendiri dari raja-raja Moronene. Namun menunggu hampir 4 bulan tidak ada klarifikasi. 

Ada berita klarifikasi belum sesuai yang diinginkan. Jika kita berbicara hukum adat maka, harus ditondufako, disebut Tinondu. Ditenggelamkan dalam artian semacam diisolasi. Kalau dalam hukum formal dipenjara. Karena yang dihina adalah Mokole Poleang, Mokole Rumbia, dan Mokole Kabaena.

Mansur Lababa Mokole Hukaea mengaku, tidak tau dari mana asalnya kemudian Heriyanto memaki-maki,  dengan kata-kata yang kurang pantas. 

"Dia mau buat kita ini dengan meminta maaf secara sederhana dianggapnya sudah selesai dia tidak tau ini harga diri dan martabat seorang Mokole yang sudah dia rendahkan," ucapnya.

Bahkan ia mengaku geram, karena dengan  hinaan yang dilakukan  sangat merendahkan martabat Mokole. 

“Tidak ada artinya kita ini dinobatkan sebagai Mokole. Dan ini bukan semacam pemberian. Tetapi turun -temurun," Kata Mansur Lababa. 

"Ini yang memberatkan bagi saya kita semua khususnya keturunan. Oleh karena itu dalam pertemuan ini harus dicarikan bagaimana solusinya. Kalau harus dilakukan dengan Hukum Adat Moronene harus ditundari lee-lee, kemudian ditotonaaho," pungkasnya. (A)