Ekonomi Warga Konkep Lesu, DPRD Sultra akan Surati Pemkab Memasukan Konkep Daerah Pertambangan

  • Reporter: La Niati
  • Editor: Dul
  • 31 Okt 2023
  • 2786 Kali Dibaca

KENDARI,KERATONNEWS.CO.ID - Pasca keputusan Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan izin pinjam pakai penggunaan kawasan hutan (IPPKH) PT. Gema Kreasi Perdana (GKP), ribuan masyarakat dan karyawan kehilangan pekerjaan.

Untuk itu, demi memperjuangkan nasib mereka, ribuan warga yang berasal dari berbagai desa Kabupaten Konawe Kepulaun (Konkep) kembali melakukan demo lanjutan di Kota Kendari, menuntut Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk turut andil langsung dalam memikirkan nasib warga yang kini kehilangan pekerjaan, setelah kegiatan operasional PT GKP terhenti untuk sementara waktu. 

Sebelumnya, mereka demonstrasi ke pemerintah dan DPRD Kabupaten Konawe Kepulauan pada 23 Oktober 2023 lalu, massa secara mandiri dan sukarela mendatangi dan menuntut kepada Pemerintah Provinsi dan juga DPRD Sultra untuk memperhatikan nasib mereka, Selasa (31/10/2023). 

Jenderal lapangan aksi Persatuan Mahasiswa Masyarakat wWawonii (PMWM), Andiman mengatakan aksi ini merupakan aksi murni yang lahir dari keresahan dan kegelisahan masyarakat  Wawonii yang kini kehilangan pekerjaan. 

“Dengan melihat kodisi di masyarakat pasca terhentinya kegiatan operasional PT GKP, maka kami tergerak untuk meminta kepada pemerintah agar juga memperhatikan nasib kami. Ribuan orang kehilangan pekerjaan. Perekonomian yang mulai bertumbuh  kembali lesu," ungkapnya. 

Untuk itu kata Andiman, masyarakat Wawonii mendukung investasi pertambangan dan investasi lainnya di Kabupaten Konawe Kepulauan. Pihaknya meminta kepada Pemerintah Provinsi untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya di Kabupaten Konawe Kepulauan. 

"Kami juga meminta kepada Pemerintah Provinsi Sultra untuk mengambil langkah agar PT. GKP dapat segera kembali beroperasi. Kami juga mengecam tindakan beberapa oknum yang selalu mengatasnamakan masyarakat Wawonii untuk menolak hadirnya investasi pertambangan di Pulau Wawonii," tegasnya. 

Sementara itu, Fadlan, salah seorang warga Wawonii yang ikut melakukan demonstrasi mengatakan, selama satu tahun terakhir ia memiliki pendapatan yang pasti setiap bulan, bisa membantu  memenuhi kebutuhan keluarga dari bekerja di tambang. Sekarang, hal itu tidak bisa lagi didapatkan setelah kegiatan tambang untuk sementara berhenti dan terkena efisiensi. 

"Untuk itu kami datang meminta perhatian pemerintah dan DPRD untuk memperhatikan nasib kami, yang saat ini kehilangan pekerjaan," ungkapnya. 

Terhentinya kegiatan operasonal PT GKP tidak saja menyisahkan ribuan orang yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga berdampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar tambang. Warung-warung makan yang mulai tumbuh sejak kehadiran perusahaan, rumah kontrakan, kedai kopi juga toko-toko kelontong, kini sepi dan pendapatan jauh menurun drastis.

“Dulu, kos-kosan belum selesai dibangun, sudah banyak peminat, bahkan kami sampai menolak karena jumlah kamar yang terbatas. Sekarang, dari 10 kamar kos, kosong, tidak ada satupun terisi,” demikian cerita Sajehan, pemilik rumah kontrakan di Rokoroko.  

Tidak hanya Sajehan seorang, banyak juga warga lain di Rokoroko Raya yang mulai membuka usaha rumah kontrakan, kini kosong dan tidak terisi. Begitu juga dengan usaha rumah makan yang mulai bermunculan di sekitar lokasi tambang PT GKP, kini kehilangan pelanggan. Pendapatan menurun drastis, hingga 80 persen.

“Dulu saya buka toko sampai tengah malam dan selalu ramai. Sekarang jam 10 malam, sudah tutup. Tidak hanya saya tetapi juga pelaku sauah lain. Terasa sekali sepi semenjak kegiatan tambang berhenti. Kami berharap kegiatan tambang ini Kembali berjalan, agar perekonomian bisa Kembali membaik,” demikian ungkap Hendra, pemilik toko kelontong.

Kehadiran PT GKP di Pulau Wawonii, memiliki dampak positif dan memberi multiplier effect yang cukup besar. Hal ini disampaikan oleh Rustam, salah satu warga Rokoroko Raya. Menurut dia, jaringan listrik di wilayah Rokoroko mulai hadir semenjak perusahaan hadir. Diawali dengan program di bidang CSR yang Bernama DESA Terang. Setelahnya, pada 2019, Perusahaan Listrik negara pun kemudian menyambungkan jaringan listrik di wilayah Rokoroko. 

“Dulu kita pake mesin genset di masing-masing rumah. Sekarang setelah program perusahaan, PLN masuk dan kita sudah bisa merasakan listrik 24 jam,” ujar dia.

Pun demikian terkait akses telekomunikasi. Dulu, untuk bisa berkomunikasi degan sudara atau kolega di luar daerah, harus menempuh perjalanan jauh. Sekarang semenjak perusahaan hadir, jaringan telekomunikasi dibangun dan semua warga bisa menikmatinya. 

“Banyak sekali bantuan yang sudah diberikan perusahaan. Perbaikan jalan, jembatan, membuat UMKM untuk mrmptoduksi fdan megolah kelapa dan jambu mete maupun juga di bidang Kesehatan dan sebagainya.

Kami sudah merasakan manfaat kehadiran perusahaan. Karena itu, kami minta kepada pemerintah agar perusahaan bisa Kembali beroperasi dan agar investasi pertambangan atau lainnya bisa ada di tanah kelahiran kami ini,” harapnya. 

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi yang menerima massa aksi mengatakan RTRW Sultra saat ini masih dalam pembahasan. Untuk, ia meminta massa aksi untuk mendesak Bupati dan Bappeda agar Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) memasukan sebagai wilayah investasi pengolahan pertambangan dan batu bara. 

"Komisi III DPRD Sultra akan menyampaikan rekomendasi pertemuan hari ini khususnya kepada Pemkab Wawonii untuk melakukan dan menyempurnakan tentang Rencana Detail Tata Ruang Konkep agar memasukan kembali Wawonii sebagai daerah yang ada pertambangan dan batu baranya," ungkapnya. (A)